Rabu, 12 Februari 2014

Benyamin Sueb.. Lagu gue..bacot gue..


  Benyamin sueb boleh dikata “nabi” nya seniman betawi, kelahiran 5 Maret 1939 di Kampung Utan Panjang, Kemayoran ini adalah anak bontot dari delapan bersaudara pasangan Siti Aisyah dengan Sukirman. Penyanyi, aktor, dan komedian yang tanpa sungkan meng-ekspresikan keseharian orang betawi dalam setiap lirik lagunya. Mulai dari nyari kutu, digusur, ondel-ondel, tukang minyak, dipatil ikan, bayi tabung dan “magnum opus” nya kompor meleduk,  tak luput jadi tema nyanyiannya. Seakan tak ada yang tabu dalam lirik lagu bang ben, begitu biasa dia dipanggil. Mungkin beliau salah seorang seniman musik yang berhasil mendobrak tradisi, sehingga orang merasa dibebaskan dalam bernyanyi, terutama lagu-lagu betawi. Hasilnya pendukung bahasa betawi-pun semakin luas. Tidak seperti bahasa jawa atau bahasa sunda, bahasa betawi adalah bahasa yang egaliter, egaliterisme dalam bahasa betawi adalah tidak dikenalnya lapisan dalam penggunaan bahasa. Inilah salah satu sebab kenapa lagu-lagu benyamin sueb cepat akrab ditelinga pendengar. Apalagi tema-tema yang diangkat umumnya mengenai hal-hal yang menjadi problem keseharian masyarakat kelas bawah.

Dalam mengekspresikan perasaan misalnya, banyak lagu benyamin sueb yang diluar kebiasaan, jika Hamdan ATT mengatakan lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati, maka Benyamin sueb jauh lebih sadis, dalam lagunya balada cinta di blokir,  pedihnya hati karena diputus cinta digambarkan bagaikan kutil yang dicabut, atau hatinya yang hancur digambarkan seperti terigu atau seperti cermin yang jatuh dari helikopter keduanya dalam lagu cintaku berat di ongkos. Begitupun dengan janji palsu sang kekasih yang dilukiskan seperti janji-janji kolonialis yang pernah menjajah negeri tercinta ini.  

Kita juga dapat menemukan lagu-lagu benyamin sueb yang nyerempet-nyerempet teori evolusinya Darwin, dalam bukunya the origin of species, by means of natural selection yang diberi kata pengantar oleh sir Julian Huxley, Charles Darwin berkesimpulan bahwa manusia dan kera kemungkinan berasal dari nenek moyang yang sama. Tapi ditangan Benyamin Sueb dalam lagunya Jande Tue dan Saudagar Bandot,  teori evolusi berkembang lebih ekstrim lagi karena Pak Ma’ruf tokoh dalam lagu tersebut kemungkinan berasal dari kambing bandot atau Janda Tue yang berevolusi dari Ikan peda. Karena persamaan janda dengan ikan peda itulah pada tanggal 22 januari 1975 lewat harian kompas, salah seorang warga bernama soeseno yang beralamat di jalan Otista III melakukan protes keras lewat rubrik surat pembaca, karena tersinggung dengan syair lagu Janda Tue.

Dalam bidang medis lirik lagu Bang Ben tak kalah seru, dalam lagunya Tukang Obat, ramuan yang dibuat dari akar aren, akar asem ditambah kumis kucing dan kumis anjing serta sarang burung dan sarang bajing, mampu mengobati borok, eksim, patek, kurap, sakit enteng sakit berat ditambah juga sakit saraf.

Kebanyakan lagu-lagu Benyamin Sueb dibawakan dalam irama gambang kromong dan dalam bahasa Betawi, tapi ada juga lagu yang direkam dalam bahasa inggris sepereti lagu Baby Cry dan lagu superman, atau bahasa India atau di india-india-kan seperti lagu Jale Samge Janahe yang sebenarnya bercerita soal menjaring ikan laut dengan Jala, ada juga lagu dalam bahasa campuran betawi dan jawa dalam lagu warung pojok, atau betawi dan sunda dalam lagu badminton dan terompet. Begitupun halnya dengan genre musik, hampir semua genre ada dalam lagu Benyamin Sueb, disamping gambang kromong, banyak juga lagu yang direkam dalam genre pop, rock, blues bahkan seriosa.

Bahkan banyak orang yang mengakui bahwa benyamin sueb adalah pelantun blues indonesia yang sebenarnya, karena sebagaimana aslinya lagu-lagu blues yang berkembang dikalangan kulit hitam Amerika berisi ratapan kesengsaraan hidup karena perbudakan, begitupun Bang Ben dalam lagu nya Di Gebukin yang dilantunkan dalam irama blues, orang pasti tidak akan menyangkal jika lagu yang intronya dibuka dengan suara sayatan gitar model lagu Still Got The Blues-nya Gary Moore ini benar-benar berisi ratapan,yang menyatat hati, karena mengisahkan  seorang anak yang digebukin bapaknya karena nyolong duit. 

Pergeseran gaya hidup juga jadi bahan sorotan bang Ben, kebiasaan masyarakat yang berubah akibat pengaruh budaya luar digambarkan dengan sentuhan humor yang kental dalam lagu Brang Breng Brong dan Steambath. Masyarakat yang tadinya suka main rebana dan nyanyi lagu kasidahan kini berganti dengan lagu barat dan dansa dansi yang iramanya sangat berisik digambarkan seperti suara Brang Breng Brong, atau bapak bapak yang sering telat pulang kerumah dan jarang mandi dikamar mandi rumah karena sering mampir di tempat stembath.

Dalam buku kompor mleduk Benyamin S, ciri khas bang Ben dalam menyanyi pada dasarnya adalah gaya bertutur ala lenong yang memberikan kebebasan sepenuhnya untuk nyelonong dan nyeletuk,  sehingga humor lisan keluar denga spontan, walaupun kadang terdengar kampungan, kasar, nakal dan ceriwis namun disiisi lain juga cerdik. Menurut SM Ardan, tokoh kesenian betawi, cirri ciri lagu betawi adalah sengga’an-nya, dalam sengga’an itulah terletak kelucuan bang ben. Lagu lagu bang ben akan terdengar datar apabila tidak diselingi dengan omong-omong yang kadang menggerundel dan ngaco. 

Pada tanggal 5 september 1995 pukul 05.20 Benyamin Sueb, pendekar seni betawi masa kini, meninggal dunia,  kembali kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa dalam usia 56 tahun dirumah sakit Harapan Kita, Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman  Karet Bivak. Sebelum meninggal bang Ben masih sempat menciptakan lagu, lagunya yang terakhir ini belum sempat direkam dengan baik, liriknya menggambarkan dirinya yang lucu lepas, dan spontan :

Ane tukang baso…..

Basonya kelas berat…..

Mo nyang daging apa yang urat…..

Ayo pesen-pesen cepet cepet….

Jangan sampe terlambat…..

Yang natri banyak be’eng…

Kalo ente telat dikit.

Kaga bakal de de de de…..

Ane tukang baso…

Basonya baso urat…

Mo nyang kecil apa yang berat

Ane sediain cepet cepet…..

La..la..la..le..le..la..laaa…

Ane tukang baso….

Basonya kelas berat….

Mo nyang daging apa yang urat…..

Ayo pesen-pesen cepet cepet….



Post by : haryanto bian

Kamis, 14 Juni 2012

PENONTON


PENONTON

Sudah jadi hukum alam kalu nyeng namanyah penonton jauh lebih eksresif ketimbang nyeng ditonton.
Nonton film misalnyah, biar kata kaga ada interaksi secara langsung, "rasa" nyeng dimilikin ama penontonnyah jauh lebih tajem, ketimbang film nyeng ditontonnyah. Begitu juga kalu ngeliat penonton pertunjukan musik, pan penontonnyah nyeng lebih asik ketimbang pemainnyah. Nyeng lebih ekstrim lagih penonton pertandingan sepakbola, nyeng kalu diperhati-in mah, seringan lebih pinter dan lebih ahli ketimbang pemaennyah... Kaga jarang penonton lebih tau kalo sebenernyah bola lebih bae kaga ditembak langsung ke gawang musuh, melaenkan dioper dulu ke temen biar peluangnyah lebih gede...atawa sering juga kita denger penonton nyeng nyumpah2 sembari tereak2 nyalahin pemaon, wasit ampe ke pelatih....Padahal belon tentu kalo jiah disuruh maen, bakalan lebih mampu kan...?

Tapi begitulah hukum tontonan. Biar katah sebuah tontonan ngebosenin buat ditonton, tetep ajah penontonnyah jauh lebih ekspresif kan..? Coba ajah tanya, pasti jawabannyah rada nyolot dengan mengataken "tontonan apaan inih...? kaga enak diliat. Ngebosenin. Boring..., kaga pantes buat dijadi-in tontonan...!". Nah, percaya kan kalu penonton jauh lebih bisa mengekspresikan emosinyah ketimbang apa nyeng ditontonnyah.

Tinggal pilihannya sekarang adalah: "Apakah kita mao bikin tontonan nyeng menarik, sehingga penonton tetep betah buat nonton (nah lho...ribet kan bahasa sayah..?). Atau bikin sesuatu nyeng ngebosenin, sehingga ditinggalkan oleh penontonnyah..? Toh, dua-duanya punya resiko nyeng sama..."Penonton nyeng Ekspresif".
Selamat menonton..., eh Selamat bikin tontonan.....:)
Tabe'
by :Untung P. Napis

Jumat, 16 Maret 2012

Berita BetawI BocoR 



Mungkin banyak bertanya, mau kemana arah Betawi Bocor ini?, dan apa yang ingin dicapai?.  


Berangkat dari pembentukan group facebook BB ( Betawi Bocor ) ingin mengumpulkan pertemanan di FB yang biasa komen dan status nyablak berbahasa Betawi dikumpulkan dalam satu group yang diberi nama BB ( Betawi Bocor ). Alhamdulillah mulai mengumpulkan teman kecil dan teman sekolah terus berkembang dari teman keteman begitu seterusnya. Dan sekarang ini persodaraan Betawi Bocor sudah meliputi Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Bogor hingga yang di rantau di dalam dan luar negeri. Termasuk kita tidak menutup kepada non Betawi untuk bergabung menjalin silaturahmi dan mempelajari bahasa Betawi. Saat perkembangan mencapai duaratus anggota, group Betawi Bocor langsung membentuk struktur kepengurusan beserta aturan sebagai batasan komen dan status, tujuannya untuk terciptanya komunikasi yang baik, lebih terarah visi misinya, dan diharap juga semua anggota akan menjadi nyaman didalamnya. Karena tujuan Betawi Bocor adalah melestarikan bahasa Betawi, maka pergerakannya pun tidak terlalu jauh dari seputar pembendaharaan kosa kata bahasa Betawi, diiringi dengan berjalannya program kerja pengurus yaitu silaturahmi kepada seluruh anggota se Ja-De-Bo-Ta-Bek. Keduanya berjalan seiring dengan baik dan boleh dibilang sukses. Dengan segala keterbatasan, kepengurusan akan tetap mengupayakan ada hasil positif yang bisa dinikmati, baik itu anggota, masyarakat Betawi maupun siapa saja secara umum. Pengurus Betawi Bocor sangat terbuka dengan aspirasi yang berkembang, apalagi menyangkut yang sudah menjadi program pengurus, maka itu akan menjadi modal percepatan untuk direalisasikan. Sebagaimana kamus Bahasa Betawi yang sebelumnya berupa wacana, karena adanya aspirasi anggota, akhirnya kini sedang dalam penggarapan. Semua aspirasi yang masuk ditampung dan menjadi bahan pertimbangan pengurus Betawi Bocor. #Hasil yang sudah kita rasakan sekarang ini di Betawi Bocor: *Goup Betawi Bocor di Jaringan sosial facebook sudah menjadi sarana komunikasi bahasa Betawi yang sopan dan santun. Dimana bahasa "Gaul" kini telah merusak etika generasi, contoh kata "elu" dan "gua" digunakan untuk berbicara tanpa pandang usia, maka jika ini kita biarkan, orang Betawi akan dikenal kasar, tidak memiliki tata krama. Hikmah dari beberapa aturan di Betawi Bocor amat kita rasakan bahwa sebenarnya Betawi itu memiliki sopan santun, saling menghormati, memiliki kesetaraan sosial, tidak membedakan kaya atau miskin, tidak membodohi karena lebih pintar, tidak merasa lebih jago terhadap yang lemah, maupun merasa lebih tua kepada yang muda. *Bercanda lenongan di Betawi Bocor serasa Ngelenong Online. Itulah ciri khas kita orang Betawi terbukti mudah akrab dalam bergaul. Canda lenongan juga sebagai perekat silaturahmi kita, dimanapun kita bertemu, serasa kita sudah saling mengenal sejak lama. Insya Allah dengan canda lenongan, ikatan silaturahmi kita akan semakin kokoh. * Kamus Bahasa Betawi sudah dalam penggarapan, dan targetnya tanggal 29 Mei 2012 sudah bisa kita dapat hasilnya, minimal untuk kalangan sendiri. Tujuan akhir Betawi Bocor, jika Allah berkehendak, Betawi Bocor akan menjadi sebuah yayasan milik warga Betawi, yang bisa memperjuangkan berbagai aset seni budaya Betawi ini dapat lestari dan akan tetap jadi warisan Betawi dari generasi ke generasi. Jadi tidak lagi kita ini terfokus pada sisi bahasa saja. Insya Allah..

Senin, 27 Februari 2012

CATATAN BETAWI BOCOR


KETAN ULI DI HARI RAYA

Dalam kehidupan masyarakat Betawi dikenal berbagai macam makanan dan minuman khas. Salah satunya ketan uli. Namun, makanan yang tersaji saat perayaan keagamaan seperti Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha ini, ternyata memiliki makna tersendiri.
Ya, ketan uli memang merupakan satu dari sekian banyak panganan khas Betawi yang masih terlestari. Pembuatan ketan uli memiliki makna mendalam dalam kebudayaan masyarakat Betawi, yaitu sebagai simbol kekeluargaan atau silaturahmi yang terjalin antar keluarga.
Hal ini ditunjukan dengan pembagian tugas antara wanita dan pria dalam proses pembuatannya. Biasanya ketan uli dibuat mengiringi pemotongan kerbau andilan yang kerap dilakukan masyarakat Betawi tempo dulu, sebagai tradisi menjelang Lebaran. Selain ketan uli, masih ada beberapa makanan pengiring lainnya seperti kue geplak, wajik, kue lapis pepe dan dodol yang keberadaannya mulai hilang.
Mungkin tak banyak yang tahu, ternyata pembuatan ketan uli mengandung sebuah arti. “Biasanya kaum pria yang menumbuk ketan, sedangkan para wanita kebagian tugas memasak atau membuat ketan ulinya. Pembagian tugas itu ada maknanya, termasuk sebagai simbol kebersamaan bagi masyarakat Betawi,” kata Alim Molana, salah seorang tokoh masyarakat Warungbuncit, Jakarta Selatan, kepada beritajakarta.com, Jumat (27/11).
Proses pembuatan ketan uli, menurut Alim, gampang-gampang susah. Yang terpenting adalah menjaga kebersihan bahan, dan tempat penyimpanannya. “Tapi banyak yang mempercayai kalau pembuatan ketan uli ini mengandung mistis. Sebab, jika melanggar pantangan, hasilnya pasti gagal total,” jelas Alim.
Bahan pembuatan ketan Uli adalah tape ketan, ragi tape, beras ketan putih, kelapa parut segar dan garam. Proses pembuatannya pun sedikit ribet. Awalnya, beras ketan dicuci hingga bersih, kemudian direndam dalam air bersih selama 2 sampai 6 jam, dan dimasak hingga matang. Setelah itu, pindahkan ketan selagi panas dalam wadah dan taburi kelapa, garam, aduk hingga rata.
Proses lain yang harus dilakukan yaitu, menumbuk beras ketan selagi panas hingga ketan terlihat agak halus. Jika menginginkan ketan uli yang lembut, lanjutkan penumbukannya hingga sangat halus. Sementara itu, siapkan bungkus berupa daun pisang, kemudian dibungkus dan dipotong beberapa bagian. Biarkan ketan uli itu hingga dingin dan siap disantap. Diakui Alim, ketan uli disajikan sebagai simbol kesederhanaan. “Tak hanya kesederhanaan, makna religi pun begitu kental dalam setiap hidangan atau sajian ketan uli,” ungkap Alim.
Selain di Jakarta, ketan Uli juga banyak digunakan sebagai pelengkap prosesi sakral pada tradisi Jawa di Yogjakarta dan Surakarta. Bahkan, setiap perayaan Maulid Nabi atau tradisi 1 Muharam yang menampilkan gerebek gulungan, ketan uli selalu dihadirkan bersama tapai ketan, madu mongso, jajanan pasar lainnya, serta hasil bumi yang mengibaratkan kekayaan alam sebagai anugerah yang maha kuasa.

CATATAN BETAWI BOCOR


*KISAH SEPAK BOLA “VOETBAL” di Batavia




*KISAH SEPAK BOLA “VOETBAL” di Batavia

Disangkal atau tidak negeri ini pernah dijajah hingga lebih kurang 350 tahun. Banyak begitu pengaruh Belanda di negeri  ini. Salah satunya Belanda telah memperkenalkan sepak bola Ke Hindia Belanda. Dan hangat-hangatnya jadi perbincangan adalah banyak pula pemain Belanda yang masih keturunan Indonesia.
Ada baiknya jika kita sedikit menengok tentang Voetbal (sepak bola) di Batavia. Di akhir tahun 1920, pertandingan Voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan biasanya dilaksanakan sore hari.
Sebenarnya selain olahraga sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang , tennis dan hoki. Hanya semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda dan indo. Jadi sangat eksklusif. Alhasil sepak bola paling disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.

Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi dimana orang Belanda sering menggelar pertandingan Panca Lomba (vijfkam) dan Dasa Lomba (tienkam). Khusus sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling doyan bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola.

Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa dan  indo membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Sampai pada tahun 1929, NIVU sering mengadakan  pertandingan termasuk  dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan  sebagai ajang judi. Demikian Zeffry Alkatiri berkisah dalam  Pasar   Gambir, Komik Cina dan Es Shanghai.

Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar dan UMS. Adapun Bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.
Zeffry menyebutkan, pada tahun 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak bola Djakarta (Persidja) pada tahun 1925.
Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy Jakarta Pusat.
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja dan berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti : Maladi, Sumadi dan Ernst Mangindaan. Pada tahun 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke 3.

Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Dimasa ini Taiso, sejenis senam, menggantikan olah raga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.

Tahun 1948, pesta olah raga bernama PON (Pekan Olah raga Nasional) diadakan pertama kali di Solo. Dikala itu saja, sudah 12 cabang olah raga dipertandingkan. Sejalan dengan olah raga permainan, khususnya sepak bola, yang makin popular dimasyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olah raga pun meningkat.
Zeffry mencatat, di tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di PasarBaru juga menyediakan peralatan sepakbola.

Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah henbal, trekbal (bolo kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola Inggris di mulai sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris.
Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo dibeberapa klub di Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS, Hercules, Niezen, Van den Berg dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an.

*sumber : ref dan gambar  >> kompas.com

CATATAN BETAWI BOCOR


SI PITUNG Perampok atau Pemberontak? ..

SI PITUNG  

Perampok atau Pemberontak? 
Oleh Ridwan Saidi

Si Pitung selama delapan tahun (1886 – 1894) telah meresahkan Batavia. Penasehat pemerintah Hindia Belanda urusan Bumiputera Snouck Hurgronje mengecam habis-habisan kepala polisi Batavia Schout Hijne yang tak mampu menangkap Pitung. Hurgronje menganggap amat keterlaluan kalau seorang Eropa seperti Hijne sampai harus berdukun untuk dapat menangkap Pitung. Hurgronje menganggap kepala polisi ini sangat tidak terpelajar yang tak mampu memperhitungkan kehadiran alat transportasi baru, kereta api, yang dengannya Pitung dapat hilir mudik. Lebih menggusarkan lagi Pitung dapat meloloskan diri dari penjara Meester Cornelis ketika tertangkap pada tahun 1891. Tidak hanya itu, di luar penjara Pitung masih sempat membunuh Demang Kebayoran, yang menjadi musuh petani-petani Kebayoran dan telah pula menjebloskan saudara misan Pitung, Ji’ih, ke penjara dan kemudian dihukum mati.

Margriet van Teel dalam laporan penelitiannya tahun 1984 sebagaimana disiarkan Bijdragen tahun penerbitan semasa mengungkapkan bahwa polisi Belanda pernah menggerebek rumah si Pitung di Rawa Belong, Jakarta Barat, dan ternyata di rumah itu yang ditemukan hanyalah beberapa keping uang benggolan senilai 2,5 sen yang tersimpan di bambu. Padahal selama delapan tahun Pitung melakukan aksi perampokan dengan sasaran saudagar yang dinilainya bersekutu dengan Belanda telah mengeruk uang dan emas permata yang tidak sedikit nilai dan jumlahnya.

Dalam menjalankan aksi perampokannya, Pitung tidak membangun komplotan melainkan berdua denga sepupunya Ji’ih yang kemudian dihukum mati. Setelah itu Pitung bekerja sendiri. Karena itulah sulit polisi mendapatkan informasi tentang Pitung.

Apa yang dikenal sebagai rumah si Pitung yang berlokasi di Marunda, Jakarta Utara, sesungguhnya rumah Haji Safiudin seorang bandar perdagangan ikan. Ada dua versi tentang perampokan di rumah Haji Safiudin. Versi pertama mengatakan Pitung benar-benar telah merampok Haji Safiudin. Versi kedua meragukan kalau Haji Safiudin sempat dirampok. Diperkirakan terjadi kesepakatan antara Safiudin dengan Pitung. Safiudin menyerahkan sejumlah uang. Penulis meyakini versi kedua dengan penjelasan di bawah nanti.

Mengangon kambing

Ibu kandung Pitung berasal dari Rawa Belong, Jakarta Barat, ayahnya berasal dari kampung Cikoneng, Tangerang. Diperkirakan Pitung lahir pada tahun 1866 di Tangerang. Sekitar usia delapan tahun Pitung merasakan kehidupan yang pahit. Kedua orang tuanya bercerai. Ibunya menolak dijadikan isteri tua. Pitung bersama ibunya kembali ke kampung Rawa Belong, sedangkan ayahnya menetap di Cikoneng, Tangerang, bersama istri mudanya dan tetap bekerja pada tuan Tanah Cikoneng. Kemudian hari ketika Pitung sudah menjadi buronan ia kerap berkunjung ke rumah Tuan Tanah Cikoneng.

Di Rawa Belong Pitung mengangon kambing milik kakeknya. Setelah berusia 14 tahun, Pitung dipercaya menjual kambing di pasar Kebayoran. Pada suatu hari saat kembali dari pasar menjual kambing, Pitung dirampok. Ia tak berani pulang takut dimarahi kakek dan ibunya. Pitung mengembara dengan dendam yang amat sangat terhadap kekerasan.

Dalam pengembaraannya itu sampailah ia di kampung Kemayoran, dan berkenalan dengan Guru Na’ipin. Seorang ahli tarekat yang pandai bermain silat. Guru Na’ipin adalah murid Guru Cit seorang mursyid, guru tarekat, dari kampung Pecenongan, Jakarta Pusat. Sekitar enam tahun Pitung berguru pada Na’ipin.

Na’ipin bersahabat dengan Mohammad Bakir, pengarang Betawi akhir abad XIX. Karya Mohammad Bakir tersimpan di sejumlah meseum terkemuka di dunia antara lain Petersburg, Rusia, London, dan negeri Belanda. Dari titik inilah Na’ipin membangun hubungan dengan jaringan Jembatan Lima, Jakarta Barat, yang ketika itu sudah dipimpin Bang Sa’irin. Di kampung inilah segala gagasan pemberontakan dan perlawanan terhadap Belanda di sepanjang abad XIX dan permulaan abad XX dirancang. Jaringan Jembatan Lima sebelumnya dipimpin Cing Sa’dullah, juga seorang pengarang Betawi.

Pitung tidak pernah menikmati hasil rampokannya. Ia tak pernah beristeri, karena buronan yang tidak menetap di suatu tempat. Ia juga bukan penjudi, atau pun pemabuk. Ia seorang penganut tarekat. Menurut Margriet van Teel, Pitung dapat menulis dalam aksara Melayu Arab. Margriet van Teel melaporkan bahwa tatkala di penjara Meester Cornelis, Jatinegara, Pitung sempat beberapa kali menyelundupkan surat yanag ditujukan pada pengurus mesjid Al Atiq kampung Melayu. Dalam surat itu Pitung menggunakan nama samaran Solihun, orang yang saleh.

Di kalangan tarekat tatkala itu berkembang keyakinan bahwa merampas harta musuh untuk kepentingan perjuangan adalah halal belaka. Ini disebut fa’ie. Pitung menjalankan tugas ini setelah tokoh-tokoh pemberontakan petani di Jakatrta dan sekitarnya kesulitan dana karena penyandang dana selama itu, pelukis Raden Saleh, telah disita kekayaannya pada tahun 1870 karena terlibat pemberontakan petani. Dan pada tahun 1880 Raden Saleh meninggal dunia di Bogor dalam keadaan miskin.

Seluruh hasil rampokan Pitung diserahkan untuk kepentingan perjuangan. Bukan dibagi-bagikan langsung kepada rakyat kecil sebagaimana selama ini didongengkan. Karena itulah Pitung amat sulit ditangkap karena jaringannya amat luas. Bahkan salah seorang calon korbannya, Haji Safiudin kampung Marunda, akhirnya menjadi mitranya. Pitung seringkali berkunjung ke rumah Haji Safiudin di Marunda yang kemudian terkenal sebagai rumah si Pitung.

Karena seringnya Pitung berkunjung ke Marunda, akhirnya tercium mata-mata Belanda. Route Pitung dilacak. Pitung selalunya muncul dari Pondok Kopi, Jakarta Timur, jika hendak ke Marunda. Pada suatu petang Schout Hijne dengan kekuatan satu regu pasukan polisi bersenjata lengkap menanti Pitung di Pondok Kopi. Tak ayal lagi begitu hari mulai gelap Pitung muncul. Ia dihujani peluru. Pitung rebah, tapi tak langsung tewas. Ia dibawa dengan mobil ambulans yang sudah disiapkan ke rumah sakit militer, kini RSPAD, di Jl Raya Senen, Jakarta Pusat.

Menurut laporan Margriet van Teel, sepanjang perjalanan Pitung terus menerus menyanyikan lagu Nina Bobo, sehingga ditegur Schout Hijne apa kiranya permintaan Pitung terakhir karena tampaknya ajal hendak menjemput. Pitung mengatakan ia minta dibelikan tuak, air nira, dengan es. Permintaannya dikabulkan. Segelas air nira sejuk diminumnya, belumlah kering gelas itu Pitung berpulang. Pitung mati muda dalam usia duapuluh delapan tahun. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. 


Si Pitung

Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.

Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.

Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.

Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.

Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.

Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.



RANCAG 
   
SI PITUNG
 


Duduk di rume baca alQur’an Turun ke pekarangan maen pukulan 

Batavia 1894

Empat pelor nembus di badan
Pondok Kopi tempat pengapesan
Tiga pelor waja satu emas beneran
Cuman kaja Pitung rebah doangan

Marunda Pulo tempat tujuan
Tapi dipegat kumpeni di jalanan
Schout Hijne punya pimpinan
Bawa pulisi bangsa selusinan

Pitung besar di Kebayuran
Lahir di Cikoneng Tangerang punya bilangan
Dari tahun 1896 punya hitungan
Dia sukanya maen di pesisiran

Marunda Pulo Kali Besar Bandengan
Pitung punya daerah rampokan
Duit keras dan permata emas-emasan
Dia jarah bersama Ji’ih bedua’an

Mak si Pitung ogah dimadu
Becere ama laki sudahlah kudu
Kampung Rawa Belong tempat dituju
Pitung pitik tumbuh bermain gundu

Kewajiban pokok mengangon kambing
Kalau gemuk jual di pasar zonder keliling
Nasib apes Pitung tuju keliling
Hasil jualan dirampas maling

Pitung takut pulang ke rumah
Pasti Mak sama Engkong pada marah
Kemayoran dituju dari Paal Merah
Ketemu Guru Na’ipin ahli tareqah

Guru Na’ipin murid Guru Cit Pecenongan
Langgar Gang Kingkit dia punya perguruan
Tarekat Betawi memang selalu berendengan
Sama maen pukulan dan kekebalan badan

Aturannya ini pegangan bela diri
Tak boleh digunakan buat jual aksi
Tapi Pitung amalkan fa’ie
Harta musuh halal buat urusan sabili

Itu jaman banyak pemberontakan petani
Tambun Ciomas Cilegon Condet Tana Tinggi
Petani tertindas perang sabil lawan kumpeni
Pitung ambil peran semacam bendahari

Hasil rampokan bukan dibagikan ke rakyat
Karena bukan jengkol bèwè atawa ikan sepat
Cuma ada satu jalan tolong rakyat melarat
Lawan Belanda dan kaki tangannya yang keparat

Satu kali Pitung tertangkap
Di bui Mester dia disekap
Mendengar Ji’ih dibunuh sebab diperangkap
Pitung loloskan diri dari penjara yang pengap

Demamg Kebayuran yang jadi cumi-cumi
Kepergok Pitung – berusaha lari
Pitung gak kasih jalan barang secenti
Demang mati – usus berarakan didodèt belati

Dung Indung Si Pitung mau tidur
Tidurnya lagi dipangkuan Emak

Pitung dalam perjalanan ke rumah sakit
Menyanyi terus-terusan
Nyanyian Mak menidurkan Pitung alit
Begitu kata Margriet van Teel ahli penelitian

Zegt Pitung – apa kowe minta yang pengabisan?
Schout Hijne bertanya di mobil ambulan
Tuak sama es Tuan
Goed – sebentar kita beli di jalan

Tuak sama es diminum pelan-pelan
Napas Pitung sudah sengal-sengalan
Gelas terjatuh tumpahkan sisa minuman
Pitung temui ajal di perjalanan

Pitung meninggal masih bujangan
Tanpa ratapan dan tangisan
Malah sesudahnya Hijne ketawa cekikikan
Ketika merayakan Pitung punya kematian

Tak jelas benar dimana Pitung dikuburkan
Kabarnya mayat dibelah empat potongan
Ditanam di Paal Tuju Depok dan Bandengan
Makanya dipotong sebab kumpeni kepikiran
Pitung hidup lagi en bangkit dari kuburan

Rancag Si Pitung sampe di sini
Pemberontak tunggal di negeri Betawi
Delapan tahun dia repotkan kumpeni
Sampai Snouck Hurgronye seorang ahli
Melapor Baginda Ratu ejek-ejek polisi
Tak bisa tangkap Pitung – main dukun orang Hindi
Minta pertolongan setan dan peri
Meski pun banyak kontroversi
Pitung jago dan pahlawan Betawi
Beda ama Jampang perampas orang punya isteri
Ketika Jampang digantung orang tak perduli

Mari angkat tangan sepuluh jari
Panjatkan do’a pada Ilahi Rabbi
Moga-moga Pitung diampunkan
Atas segala dosa dan perbuatan
Dan dimuliakan dia punya niatan
Bikin pembalasan atas penindasan

CATATAN BETAWI BOCOR


KAMPUNG BETAWI ORA

Sebelumnya, Kampung Betawi Ora memohon maaf bila di sini ada tambahan tulisan yang khusus mengenai Bekasi. Ini karena sesuai dengan nama kampungnya yaitu Kampung Betawi Ora yang kerap diidentikkan oleh Orang Betawi Jakarta sebagai Bekasi dan sekitarnya di luar Jakarta. Jadi harap maklum bila Kampung Betawi Ora mencoba memperkenalkan nama kampungnya sendiri.

Nama Bekasi menurut Prof. Dr. Poerbatjaraka berasal dari kata Chandra atau Sasih artinyaBulan dan Bhaga artinya Bahagian. Semula dari Chandra Bhaga melalui kata Bhagasasi menjadiBekasi. Nama ini merupakan salah satu kota penting pada zaman kerajaan Tarumanagara. Hal ini berdasarkan penemuan-penemuan benda-benda sejarah di kabupaten Bekasi, berupa :
  • Alat pemukul kulit kayu di Cariu (Cibarusa).
  • Periuk di Buni Wates.
  • Benda sejarah lainnya di Buni Babelan seperti Kapak Batu, Tengkorak, Gelang, Cincin, Periuk.
  • Prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing.
Daerah Bekasi telah memegang peranan kebudayaan sebelum lahirnya Pajajaran, dan secara geografis Bekasi masuk daerah kerajaan Tarumanagara pada abad ke-15.
Abad ke-9 dan 10 lahirlah kerajaan Pajajaran sebagai kelanjutan dari kerajaan Galuh dengan ibukotanya Pakuan Pajajaran Bogor dan kota-kota pelabuhan penting tercatat pula lahir di zaman ini ialah Karangantu (Banten), Tangerang, Kelapa, Bekasi, Karawang, Cilamaya dan Cirebon.
Bekasi pada waktu itu bukan saja salah satu kota pelabuhan penting kerajaan Pajajaran, bahkan sejak zaman kerajaan Galuh, Bekasi memegang peranan di dalam jalan-jalan darat sampai zamannya kerajaan Pajajaran antara kota-kota Pakuan Pajajaran, Bogor – Cileungsi (Cibarusa) – Warung Gede – Tanjung Pura – Karawang – Cikao – Purwakarta – Sagara Herang – Sumedang – Tomo – Raja Galuh – Kawali – Bojong Galuh (Ciamis).
Jalur jalan darat ini dahulu merupakan jalan raya penting pada zaman kerajaan Galuh sampai kerajaan Pajajaran (Bogor). Setelah kerajaan Pajajaran Runtuh oleh serangan tentara Maulana Yusuf kerajaan Islam Banten, daerah Pajajaran ada di bawah pengaruh agama islam. Namun karena pengaruh pemerintahan kurang terbina sepenuhnya, maka lahirlah kerajaan Sumedang Larang sebagai pewaris yang dekat keturunan kerajaan Pakuan Pajajaran.
Kerajaan Sumedang Larang (Sumedang) meliputi penguasaan daerah kerajaan kecil (kabupaten) Sumedang, Sukakerta, Limbangan, Galuh, Bandung, Cianjur dan Karawang termasuk Bekasi. Di saat itu Karawang meliputi daerah penguasaan Bekasi, Sindang Kasih (Purwakarta), Sagara Herang (Subang) sekarang karesidenan Purwakarta. Di luar daerah tersebut di wilayah Jawa Barat di bawah kekuasaan langsung kerajaan Banten dan Cirebon.
Setelah Jayakarta direbut oleh VOC dan berdiri Batavia sejak tanggal 30 Mei 1619 M Sumedang Larang sudah bergabung dengan kerajaan Mataram, daerah Karawang dan Bekasi inilah menjadi daerah penting dalam pertemuan-pertemuan melawan pasukan kerajaan Mataram yang dibantu oleh pasukan-pasukan kerajaan kecil dari daerah Jawa Barat melawan Belanda. Di saat itulah daerah Bekasi dan Karawang terkenal dijadikan daerah persediaan bahan makanan untuk peperangan melawan Belanda dengan dibukanya hutan dan rawa-rawa untuk persawahan di samping pusat pengumpulan pasukan dalam melawan tentara VOC yang menguasai Sunda Kelapa dan Jayakarta. Pada akhirnya, Bekasi ada dalam kekuasaan Belanda menjadi salah satu daerah Meeser Comelis (Jatinegara) dan setelah jaman Jepang berkuasa, Bekasi menjadi wilayah kabupaten terlepas dari Kabupaten Karawang yang berkedudukan ibukotanya di Purwakarta.
Namun perlu diketahui pula Jatinegara atau Kabupaten Jatinegara berusaha menjadi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Jatinegara berubah menjadi Jatinegara yang meliputi Gun Cikarang, Gun Bekasi, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.
Pada masa revolusi fisik ibukota kabupaten Jatinegara berpindah-pindah dari Bekasi ke Tambun, Cikarang dan terakhir di Kedung Gede sebagai daerah perjuangan (Front Perjuangan). Pada tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda menyerang daerah RI sehingga pemerintah Kabupaten Jatinegara turut bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 17 Februari 1960 rakyat Bekasi kurang lebih 40.000 orang mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk mengganti nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.