Senin, 27 Februari 2012

CATATAN BETAWI BOCOR


KETAN ULI DI HARI RAYA

Dalam kehidupan masyarakat Betawi dikenal berbagai macam makanan dan minuman khas. Salah satunya ketan uli. Namun, makanan yang tersaji saat perayaan keagamaan seperti Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha ini, ternyata memiliki makna tersendiri.
Ya, ketan uli memang merupakan satu dari sekian banyak panganan khas Betawi yang masih terlestari. Pembuatan ketan uli memiliki makna mendalam dalam kebudayaan masyarakat Betawi, yaitu sebagai simbol kekeluargaan atau silaturahmi yang terjalin antar keluarga.
Hal ini ditunjukan dengan pembagian tugas antara wanita dan pria dalam proses pembuatannya. Biasanya ketan uli dibuat mengiringi pemotongan kerbau andilan yang kerap dilakukan masyarakat Betawi tempo dulu, sebagai tradisi menjelang Lebaran. Selain ketan uli, masih ada beberapa makanan pengiring lainnya seperti kue geplak, wajik, kue lapis pepe dan dodol yang keberadaannya mulai hilang.
Mungkin tak banyak yang tahu, ternyata pembuatan ketan uli mengandung sebuah arti. “Biasanya kaum pria yang menumbuk ketan, sedangkan para wanita kebagian tugas memasak atau membuat ketan ulinya. Pembagian tugas itu ada maknanya, termasuk sebagai simbol kebersamaan bagi masyarakat Betawi,” kata Alim Molana, salah seorang tokoh masyarakat Warungbuncit, Jakarta Selatan, kepada beritajakarta.com, Jumat (27/11).
Proses pembuatan ketan uli, menurut Alim, gampang-gampang susah. Yang terpenting adalah menjaga kebersihan bahan, dan tempat penyimpanannya. “Tapi banyak yang mempercayai kalau pembuatan ketan uli ini mengandung mistis. Sebab, jika melanggar pantangan, hasilnya pasti gagal total,” jelas Alim.
Bahan pembuatan ketan Uli adalah tape ketan, ragi tape, beras ketan putih, kelapa parut segar dan garam. Proses pembuatannya pun sedikit ribet. Awalnya, beras ketan dicuci hingga bersih, kemudian direndam dalam air bersih selama 2 sampai 6 jam, dan dimasak hingga matang. Setelah itu, pindahkan ketan selagi panas dalam wadah dan taburi kelapa, garam, aduk hingga rata.
Proses lain yang harus dilakukan yaitu, menumbuk beras ketan selagi panas hingga ketan terlihat agak halus. Jika menginginkan ketan uli yang lembut, lanjutkan penumbukannya hingga sangat halus. Sementara itu, siapkan bungkus berupa daun pisang, kemudian dibungkus dan dipotong beberapa bagian. Biarkan ketan uli itu hingga dingin dan siap disantap. Diakui Alim, ketan uli disajikan sebagai simbol kesederhanaan. “Tak hanya kesederhanaan, makna religi pun begitu kental dalam setiap hidangan atau sajian ketan uli,” ungkap Alim.
Selain di Jakarta, ketan Uli juga banyak digunakan sebagai pelengkap prosesi sakral pada tradisi Jawa di Yogjakarta dan Surakarta. Bahkan, setiap perayaan Maulid Nabi atau tradisi 1 Muharam yang menampilkan gerebek gulungan, ketan uli selalu dihadirkan bersama tapai ketan, madu mongso, jajanan pasar lainnya, serta hasil bumi yang mengibaratkan kekayaan alam sebagai anugerah yang maha kuasa.

CATATAN BETAWI BOCOR


*KISAH SEPAK BOLA “VOETBAL” di Batavia




*KISAH SEPAK BOLA “VOETBAL” di Batavia

Disangkal atau tidak negeri ini pernah dijajah hingga lebih kurang 350 tahun. Banyak begitu pengaruh Belanda di negeri  ini. Salah satunya Belanda telah memperkenalkan sepak bola Ke Hindia Belanda. Dan hangat-hangatnya jadi perbincangan adalah banyak pula pemain Belanda yang masih keturunan Indonesia.
Ada baiknya jika kita sedikit menengok tentang Voetbal (sepak bola) di Batavia. Di akhir tahun 1920, pertandingan Voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan biasanya dilaksanakan sore hari.
Sebenarnya selain olahraga sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang , tennis dan hoki. Hanya semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda dan indo. Jadi sangat eksklusif. Alhasil sepak bola paling disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.

Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi dimana orang Belanda sering menggelar pertandingan Panca Lomba (vijfkam) dan Dasa Lomba (tienkam). Khusus sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling doyan bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola.

Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa dan  indo membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Sampai pada tahun 1929, NIVU sering mengadakan  pertandingan termasuk  dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan  sebagai ajang judi. Demikian Zeffry Alkatiri berkisah dalam  Pasar   Gambir, Komik Cina dan Es Shanghai.

Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar dan UMS. Adapun Bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.
Zeffry menyebutkan, pada tahun 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak bola Djakarta (Persidja) pada tahun 1925.
Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy Jakarta Pusat.
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja dan berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti : Maladi, Sumadi dan Ernst Mangindaan. Pada tahun 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke 3.

Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Dimasa ini Taiso, sejenis senam, menggantikan olah raga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.

Tahun 1948, pesta olah raga bernama PON (Pekan Olah raga Nasional) diadakan pertama kali di Solo. Dikala itu saja, sudah 12 cabang olah raga dipertandingkan. Sejalan dengan olah raga permainan, khususnya sepak bola, yang makin popular dimasyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olah raga pun meningkat.
Zeffry mencatat, di tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di PasarBaru juga menyediakan peralatan sepakbola.

Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah henbal, trekbal (bolo kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola Inggris di mulai sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris.
Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo dibeberapa klub di Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS, Hercules, Niezen, Van den Berg dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an.

*sumber : ref dan gambar  >> kompas.com

CATATAN BETAWI BOCOR


SI PITUNG Perampok atau Pemberontak? ..

SI PITUNG  

Perampok atau Pemberontak? 
Oleh Ridwan Saidi

Si Pitung selama delapan tahun (1886 – 1894) telah meresahkan Batavia. Penasehat pemerintah Hindia Belanda urusan Bumiputera Snouck Hurgronje mengecam habis-habisan kepala polisi Batavia Schout Hijne yang tak mampu menangkap Pitung. Hurgronje menganggap amat keterlaluan kalau seorang Eropa seperti Hijne sampai harus berdukun untuk dapat menangkap Pitung. Hurgronje menganggap kepala polisi ini sangat tidak terpelajar yang tak mampu memperhitungkan kehadiran alat transportasi baru, kereta api, yang dengannya Pitung dapat hilir mudik. Lebih menggusarkan lagi Pitung dapat meloloskan diri dari penjara Meester Cornelis ketika tertangkap pada tahun 1891. Tidak hanya itu, di luar penjara Pitung masih sempat membunuh Demang Kebayoran, yang menjadi musuh petani-petani Kebayoran dan telah pula menjebloskan saudara misan Pitung, Ji’ih, ke penjara dan kemudian dihukum mati.

Margriet van Teel dalam laporan penelitiannya tahun 1984 sebagaimana disiarkan Bijdragen tahun penerbitan semasa mengungkapkan bahwa polisi Belanda pernah menggerebek rumah si Pitung di Rawa Belong, Jakarta Barat, dan ternyata di rumah itu yang ditemukan hanyalah beberapa keping uang benggolan senilai 2,5 sen yang tersimpan di bambu. Padahal selama delapan tahun Pitung melakukan aksi perampokan dengan sasaran saudagar yang dinilainya bersekutu dengan Belanda telah mengeruk uang dan emas permata yang tidak sedikit nilai dan jumlahnya.

Dalam menjalankan aksi perampokannya, Pitung tidak membangun komplotan melainkan berdua denga sepupunya Ji’ih yang kemudian dihukum mati. Setelah itu Pitung bekerja sendiri. Karena itulah sulit polisi mendapatkan informasi tentang Pitung.

Apa yang dikenal sebagai rumah si Pitung yang berlokasi di Marunda, Jakarta Utara, sesungguhnya rumah Haji Safiudin seorang bandar perdagangan ikan. Ada dua versi tentang perampokan di rumah Haji Safiudin. Versi pertama mengatakan Pitung benar-benar telah merampok Haji Safiudin. Versi kedua meragukan kalau Haji Safiudin sempat dirampok. Diperkirakan terjadi kesepakatan antara Safiudin dengan Pitung. Safiudin menyerahkan sejumlah uang. Penulis meyakini versi kedua dengan penjelasan di bawah nanti.

Mengangon kambing

Ibu kandung Pitung berasal dari Rawa Belong, Jakarta Barat, ayahnya berasal dari kampung Cikoneng, Tangerang. Diperkirakan Pitung lahir pada tahun 1866 di Tangerang. Sekitar usia delapan tahun Pitung merasakan kehidupan yang pahit. Kedua orang tuanya bercerai. Ibunya menolak dijadikan isteri tua. Pitung bersama ibunya kembali ke kampung Rawa Belong, sedangkan ayahnya menetap di Cikoneng, Tangerang, bersama istri mudanya dan tetap bekerja pada tuan Tanah Cikoneng. Kemudian hari ketika Pitung sudah menjadi buronan ia kerap berkunjung ke rumah Tuan Tanah Cikoneng.

Di Rawa Belong Pitung mengangon kambing milik kakeknya. Setelah berusia 14 tahun, Pitung dipercaya menjual kambing di pasar Kebayoran. Pada suatu hari saat kembali dari pasar menjual kambing, Pitung dirampok. Ia tak berani pulang takut dimarahi kakek dan ibunya. Pitung mengembara dengan dendam yang amat sangat terhadap kekerasan.

Dalam pengembaraannya itu sampailah ia di kampung Kemayoran, dan berkenalan dengan Guru Na’ipin. Seorang ahli tarekat yang pandai bermain silat. Guru Na’ipin adalah murid Guru Cit seorang mursyid, guru tarekat, dari kampung Pecenongan, Jakarta Pusat. Sekitar enam tahun Pitung berguru pada Na’ipin.

Na’ipin bersahabat dengan Mohammad Bakir, pengarang Betawi akhir abad XIX. Karya Mohammad Bakir tersimpan di sejumlah meseum terkemuka di dunia antara lain Petersburg, Rusia, London, dan negeri Belanda. Dari titik inilah Na’ipin membangun hubungan dengan jaringan Jembatan Lima, Jakarta Barat, yang ketika itu sudah dipimpin Bang Sa’irin. Di kampung inilah segala gagasan pemberontakan dan perlawanan terhadap Belanda di sepanjang abad XIX dan permulaan abad XX dirancang. Jaringan Jembatan Lima sebelumnya dipimpin Cing Sa’dullah, juga seorang pengarang Betawi.

Pitung tidak pernah menikmati hasil rampokannya. Ia tak pernah beristeri, karena buronan yang tidak menetap di suatu tempat. Ia juga bukan penjudi, atau pun pemabuk. Ia seorang penganut tarekat. Menurut Margriet van Teel, Pitung dapat menulis dalam aksara Melayu Arab. Margriet van Teel melaporkan bahwa tatkala di penjara Meester Cornelis, Jatinegara, Pitung sempat beberapa kali menyelundupkan surat yanag ditujukan pada pengurus mesjid Al Atiq kampung Melayu. Dalam surat itu Pitung menggunakan nama samaran Solihun, orang yang saleh.

Di kalangan tarekat tatkala itu berkembang keyakinan bahwa merampas harta musuh untuk kepentingan perjuangan adalah halal belaka. Ini disebut fa’ie. Pitung menjalankan tugas ini setelah tokoh-tokoh pemberontakan petani di Jakatrta dan sekitarnya kesulitan dana karena penyandang dana selama itu, pelukis Raden Saleh, telah disita kekayaannya pada tahun 1870 karena terlibat pemberontakan petani. Dan pada tahun 1880 Raden Saleh meninggal dunia di Bogor dalam keadaan miskin.

Seluruh hasil rampokan Pitung diserahkan untuk kepentingan perjuangan. Bukan dibagi-bagikan langsung kepada rakyat kecil sebagaimana selama ini didongengkan. Karena itulah Pitung amat sulit ditangkap karena jaringannya amat luas. Bahkan salah seorang calon korbannya, Haji Safiudin kampung Marunda, akhirnya menjadi mitranya. Pitung seringkali berkunjung ke rumah Haji Safiudin di Marunda yang kemudian terkenal sebagai rumah si Pitung.

Karena seringnya Pitung berkunjung ke Marunda, akhirnya tercium mata-mata Belanda. Route Pitung dilacak. Pitung selalunya muncul dari Pondok Kopi, Jakarta Timur, jika hendak ke Marunda. Pada suatu petang Schout Hijne dengan kekuatan satu regu pasukan polisi bersenjata lengkap menanti Pitung di Pondok Kopi. Tak ayal lagi begitu hari mulai gelap Pitung muncul. Ia dihujani peluru. Pitung rebah, tapi tak langsung tewas. Ia dibawa dengan mobil ambulans yang sudah disiapkan ke rumah sakit militer, kini RSPAD, di Jl Raya Senen, Jakarta Pusat.

Menurut laporan Margriet van Teel, sepanjang perjalanan Pitung terus menerus menyanyikan lagu Nina Bobo, sehingga ditegur Schout Hijne apa kiranya permintaan Pitung terakhir karena tampaknya ajal hendak menjemput. Pitung mengatakan ia minta dibelikan tuak, air nira, dengan es. Permintaannya dikabulkan. Segelas air nira sejuk diminumnya, belumlah kering gelas itu Pitung berpulang. Pitung mati muda dalam usia duapuluh delapan tahun. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. 


Si Pitung

Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.

Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.

Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.

Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.

Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.

Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.



RANCAG 
   
SI PITUNG
 


Duduk di rume baca alQur’an Turun ke pekarangan maen pukulan 

Batavia 1894

Empat pelor nembus di badan
Pondok Kopi tempat pengapesan
Tiga pelor waja satu emas beneran
Cuman kaja Pitung rebah doangan

Marunda Pulo tempat tujuan
Tapi dipegat kumpeni di jalanan
Schout Hijne punya pimpinan
Bawa pulisi bangsa selusinan

Pitung besar di Kebayuran
Lahir di Cikoneng Tangerang punya bilangan
Dari tahun 1896 punya hitungan
Dia sukanya maen di pesisiran

Marunda Pulo Kali Besar Bandengan
Pitung punya daerah rampokan
Duit keras dan permata emas-emasan
Dia jarah bersama Ji’ih bedua’an

Mak si Pitung ogah dimadu
Becere ama laki sudahlah kudu
Kampung Rawa Belong tempat dituju
Pitung pitik tumbuh bermain gundu

Kewajiban pokok mengangon kambing
Kalau gemuk jual di pasar zonder keliling
Nasib apes Pitung tuju keliling
Hasil jualan dirampas maling

Pitung takut pulang ke rumah
Pasti Mak sama Engkong pada marah
Kemayoran dituju dari Paal Merah
Ketemu Guru Na’ipin ahli tareqah

Guru Na’ipin murid Guru Cit Pecenongan
Langgar Gang Kingkit dia punya perguruan
Tarekat Betawi memang selalu berendengan
Sama maen pukulan dan kekebalan badan

Aturannya ini pegangan bela diri
Tak boleh digunakan buat jual aksi
Tapi Pitung amalkan fa’ie
Harta musuh halal buat urusan sabili

Itu jaman banyak pemberontakan petani
Tambun Ciomas Cilegon Condet Tana Tinggi
Petani tertindas perang sabil lawan kumpeni
Pitung ambil peran semacam bendahari

Hasil rampokan bukan dibagikan ke rakyat
Karena bukan jengkol bèwè atawa ikan sepat
Cuma ada satu jalan tolong rakyat melarat
Lawan Belanda dan kaki tangannya yang keparat

Satu kali Pitung tertangkap
Di bui Mester dia disekap
Mendengar Ji’ih dibunuh sebab diperangkap
Pitung loloskan diri dari penjara yang pengap

Demamg Kebayuran yang jadi cumi-cumi
Kepergok Pitung – berusaha lari
Pitung gak kasih jalan barang secenti
Demang mati Рusus berarakan didod̬t belati

Dung Indung Si Pitung mau tidur
Tidurnya lagi dipangkuan Emak

Pitung dalam perjalanan ke rumah sakit
Menyanyi terus-terusan
Nyanyian Mak menidurkan Pitung alit
Begitu kata Margriet van Teel ahli penelitian

Zegt Pitung – apa kowe minta yang pengabisan?
Schout Hijne bertanya di mobil ambulan
Tuak sama es Tuan
Goed – sebentar kita beli di jalan

Tuak sama es diminum pelan-pelan
Napas Pitung sudah sengal-sengalan
Gelas terjatuh tumpahkan sisa minuman
Pitung temui ajal di perjalanan

Pitung meninggal masih bujangan
Tanpa ratapan dan tangisan
Malah sesudahnya Hijne ketawa cekikikan
Ketika merayakan Pitung punya kematian

Tak jelas benar dimana Pitung dikuburkan
Kabarnya mayat dibelah empat potongan
Ditanam di Paal Tuju Depok dan Bandengan
Makanya dipotong sebab kumpeni kepikiran
Pitung hidup lagi en bangkit dari kuburan

Rancag Si Pitung sampe di sini
Pemberontak tunggal di negeri Betawi
Delapan tahun dia repotkan kumpeni
Sampai Snouck Hurgronye seorang ahli
Melapor Baginda Ratu ejek-ejek polisi
Tak bisa tangkap Pitung – main dukun orang Hindi
Minta pertolongan setan dan peri
Meski pun banyak kontroversi
Pitung jago dan pahlawan Betawi
Beda ama Jampang perampas orang punya isteri
Ketika Jampang digantung orang tak perduli

Mari angkat tangan sepuluh jari
Panjatkan do’a pada Ilahi Rabbi
Moga-moga Pitung diampunkan
Atas segala dosa dan perbuatan
Dan dimuliakan dia punya niatan
Bikin pembalasan atas penindasan

CATATAN BETAWI BOCOR


KAMPUNG BETAWI ORA

Sebelumnya, Kampung Betawi Ora memohon maaf bila di sini ada tambahan tulisan yang khusus mengenai Bekasi. Ini karena sesuai dengan nama kampungnya yaitu Kampung Betawi Ora yang kerap diidentikkan oleh Orang Betawi Jakarta sebagai Bekasi dan sekitarnya di luar Jakarta. Jadi harap maklum bila Kampung Betawi Ora mencoba memperkenalkan nama kampungnya sendiri.

Nama Bekasi menurut Prof. Dr. Poerbatjaraka berasal dari kata Chandra atau Sasih artinyaBulan dan Bhaga artinya Bahagian. Semula dari Chandra Bhaga melalui kata Bhagasasi menjadiBekasi. Nama ini merupakan salah satu kota penting pada zaman kerajaan Tarumanagara. Hal ini berdasarkan penemuan-penemuan benda-benda sejarah di kabupaten Bekasi, berupa :
  • Alat pemukul kulit kayu di Cariu (Cibarusa).
  • Periuk di Buni Wates.
  • Benda sejarah lainnya di Buni Babelan seperti Kapak Batu, Tengkorak, Gelang, Cincin, Periuk.
  • Prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing.
Daerah Bekasi telah memegang peranan kebudayaan sebelum lahirnya Pajajaran, dan secara geografis Bekasi masuk daerah kerajaan Tarumanagara pada abad ke-15.
Abad ke-9 dan 10 lahirlah kerajaan Pajajaran sebagai kelanjutan dari kerajaan Galuh dengan ibukotanya Pakuan Pajajaran Bogor dan kota-kota pelabuhan penting tercatat pula lahir di zaman ini ialah Karangantu (Banten), Tangerang, Kelapa, Bekasi, Karawang, Cilamaya dan Cirebon.
Bekasi pada waktu itu bukan saja salah satu kota pelabuhan penting kerajaan Pajajaran, bahkan sejak zaman kerajaan Galuh, Bekasi memegang peranan di dalam jalan-jalan darat sampai zamannya kerajaan Pajajaran antara kota-kota Pakuan Pajajaran, Bogor – Cileungsi (Cibarusa) – Warung Gede – Tanjung Pura – Karawang – Cikao – Purwakarta – Sagara Herang – Sumedang – Tomo – Raja Galuh – Kawali – Bojong Galuh (Ciamis).
Jalur jalan darat ini dahulu merupakan jalan raya penting pada zaman kerajaan Galuh sampai kerajaan Pajajaran (Bogor). Setelah kerajaan Pajajaran Runtuh oleh serangan tentara Maulana Yusuf kerajaan Islam Banten, daerah Pajajaran ada di bawah pengaruh agama islam. Namun karena pengaruh pemerintahan kurang terbina sepenuhnya, maka lahirlah kerajaan Sumedang Larang sebagai pewaris yang dekat keturunan kerajaan Pakuan Pajajaran.
Kerajaan Sumedang Larang (Sumedang) meliputi penguasaan daerah kerajaan kecil (kabupaten) Sumedang, Sukakerta, Limbangan, Galuh, Bandung, Cianjur dan Karawang termasuk Bekasi. Di saat itu Karawang meliputi daerah penguasaan Bekasi, Sindang Kasih (Purwakarta), Sagara Herang (Subang) sekarang karesidenan Purwakarta. Di luar daerah tersebut di wilayah Jawa Barat di bawah kekuasaan langsung kerajaan Banten dan Cirebon.
Setelah Jayakarta direbut oleh VOC dan berdiri Batavia sejak tanggal 30 Mei 1619 M Sumedang Larang sudah bergabung dengan kerajaan Mataram, daerah Karawang dan Bekasi inilah menjadi daerah penting dalam pertemuan-pertemuan melawan pasukan kerajaan Mataram yang dibantu oleh pasukan-pasukan kerajaan kecil dari daerah Jawa Barat melawan Belanda. Di saat itulah daerah Bekasi dan Karawang terkenal dijadikan daerah persediaan bahan makanan untuk peperangan melawan Belanda dengan dibukanya hutan dan rawa-rawa untuk persawahan di samping pusat pengumpulan pasukan dalam melawan tentara VOC yang menguasai Sunda Kelapa dan Jayakarta. Pada akhirnya, Bekasi ada dalam kekuasaan Belanda menjadi salah satu daerah Meeser Comelis (Jatinegara) dan setelah jaman Jepang berkuasa, Bekasi menjadi wilayah kabupaten terlepas dari Kabupaten Karawang yang berkedudukan ibukotanya di Purwakarta.
Namun perlu diketahui pula Jatinegara atau Kabupaten Jatinegara berusaha menjadi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Jatinegara berubah menjadi Jatinegara yang meliputi Gun Cikarang, Gun Bekasi, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.
Pada masa revolusi fisik ibukota kabupaten Jatinegara berpindah-pindah dari Bekasi ke Tambun, Cikarang dan terakhir di Kedung Gede sebagai daerah perjuangan (Front Perjuangan). Pada tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda menyerang daerah RI sehingga pemerintah Kabupaten Jatinegara turut bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 17 Februari 1960 rakyat Bekasi kurang lebih 40.000 orang mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk mengganti nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.

CATATAN BETAWI BOCOR


DODOL...Kue Silaturrahim

Kue Silaturrahim
Dodol merupakan makanan yang paling banyak mengandung tata cara dalam proses pembuatannya. Dodol dikenal juga sebagai kue kolektif. Artinya tidak dapat dikerjakan hanya oleh dua tiga orang saja. Sejak berniat membuat dodol, maka sejak itu pula biasanya orang yang ingin membuat dodol sudahnyambat, yaitu melakukan pendekatan kepada tetangga sekitar agar bersedia mebantu. Itulah sebabnya, dodol juga dikenal sebagai kue silaturahim.

Proses pembuatan dodol memakan waktu cukup lama, dua hari dua malam. Pekerjaan pertama adalah belanja membeli bahan mentah dodol. Selanjutnmyamencari tukang ngaduk dan meminjam kawa atau wajan berukuran besar. Dulu kawa berukuran besar yang mampu menampung adonan dodol 25 kilogram hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu.
Sampai hari H, dilakukan ritual ngukup atau slametan memohon izin dan permohonan kepada penguasa alam semesta Allah SWT agar dodol yang dibuat mendapat keberkahan. Di atas tumang atau tungku (tungku biasanya terbuat dari pangkal pohon pisang) ditancapkan sate berbahan cabe, bawang, dan terasi. Pada jaman dahulu ritual ini ditujukan kepada Dewi Sri, dewi kemakmuran dan keseuburan.

Barulah kemudian kativitas menumbuk beras, memarut kelapa untuk santan, membuat minyak kelapa, memasak gula merah, dan membuat adonan dikerjakan bersama-sama. Waktu menumbuk beras biasanya dimulai ampir siang (dini hari) berbarengan dengan waktu sahur. Keluarga yang ngadukdodol dapat diketahui dari bunyi tumbukan beras. Karena saat menumbuk beras merupakan waktu yang relatif sepi, maka bunyi alu beradu dengan lesung akan menciptakan suara amat ganjil. Dari bunyi itu orang tahu bahwa keluarga si fulan sedang membuat dodol.
Seorang yang memarut kelapa disarankan bukan perempuan yang sedang haid. Karena kalau demikian, hasil santannya akan hitam. Atau seseorang yang bertugas membuat minyak kelapa, haruslah orang yang sabar, bersih dan disiplin. Jika tak begitu, minyak kelapa tak akan penah jadi alias gagal total, hanya menjadi blendo, seberapa banyak pun santan kelapa yang dimasaknya.
Tidak semua orang – laki-laki atau perempuan – mahir membuat adonan dodol. Seorang ahli membuat dodol instingnya sangat kuat disamping memang pengalaman dan jam terbangnya cukup tinggi. Perbandingan antara jumlah beras, kelapa, gula, dan sebagainya benar-benar telah ditekuni puluhan tahun meski ia tak mencatatnya. Semuanya hanya disimpan dalam ingatannya. Lagi pula membuat dodol dari beras ketan akan lain cara penanganannya dibandingkan dengan beras biasa. Selain itu ia pun mengerti jampe-jampepengusir makhluk halus. Kegiatan sejak nampihin beras,  menurunkan adonan ke kawa sampai menjadi setengah masak atau koleh masih ditangani oleh kaum perempuan. Barulah setelah itu pekerjaan dilanjutkan oleh kaum laki-laki sampai dodol matang, diangkat, dan dimasukkan ke dalam tenong (wadah bundar berdiameter 20-25 cm, tinggi 15 cm terbuat dari anyaman bambu).

Tukang ngaduk dodol adalah laki-laki yang memiliki fisik kuat, sebab membolik-balik dodol yang menggunakan gelo (pengaduk dodol) di kawa memerlukan tenaga yang besar.  Tukang ngaduk adalah orang yang mengerti jenis arang. Arang yang bagus biasanya dari kayu rambutan. Sebab bila arang yang digunakan mengeluarkan asap, maka dodol yang dihasilkan berbau sangit dan rasanya bercampur asap. Ia pun mengerti berapa tingkat kepanasan bara arang di bawah kawa. Jika tingkat kepanasan bara tidak konstan, artinya terlalu panas atau kurang panas, atau tidak rata antara sisi kanan dan sisi kiri, dodol menjadi bantet dan warnanya hitam gosong mengeras bagai batu. Untuk kemahirannya, tukang ngaduk memperoleh bayaran yang lumayan.
Kue lain yang juga menjadi unggulan lebaran adalah tape uli, wajik, geplak bakar, dan rengkambang. Bersama dodol, kue-kue itu termasuk kelompok kue tahan lama yang pengerjaannya pun membutuhkan keahlian paripurna. Inilah kue antaran silaturahim. Kue-kue lain pastilah diproduksi juga dan umumnya kue-kue kering, seperti adepite, kembang goyang, akar kelapa, tenteng jahe, kue satu, biji ketapang, telor gabus, dan sebagainya. Kue-kue ini biasanya menjadi hidangan bagi tetamu yang datang berlebaran.

Pada hari lebaran peran dodol sebagai kue silaturrahim menjadi sangat menojol. Memang ada kue lain sebagai pelengkap, namun dodol tetap primadonanya. Kedudukan dodol menjadi unik karena tanpa disadari dodol yang diantar oleh keluarga A kepada keluarga lain akan berputar-putar sehingga  pada gilirannya sang dodol kembali kepada keluarga A. Begitulah dodol, kue silaturrahim dan mengikat masyarakat menjadi erat dalam persaudaraan yang kuat.

Mari kita mengapresiasi semangat dodol, semangat silaturrahim dan keterbukaan hati.

CATATAN BETAWI BOCOR


BETAWI DULU DAN SEKARANG..

Sejak awal 1980-an kami sudah merasakan pudarnya warna Betawi dari Jakarta. Ketika itu sebagian besar kampung Betawi sudah jatuh ke tangan konglomerat yang akan membangun real estate. Masih segar dalam ingatan kami, orang Betawi begitu gembira setelah gusuran. Mereka menjadi OKB – orang kaya baru – dengan sedan mengkilap dan deru motor keras memecah suasana kampung yang lengang. Namun kegembiraan itu tak sampai setahun. Bulan kedelapan mereka kembali menjadi orang miskin yang hakiki karena tanah tak punya, uang pun ludes. Komunitas kampung Betawi pun amburaduldan penghuninya terpencar entah kemana. Nama-nama kampung pun hilang sebelum sempat kami mendokumentasikannya.
Bagi kami dampak gusuran itulah yang paling menghunjam ulu hati. Sebab berbarengan dengan gusuran maka adat istiadat, pranata, instutisi, dan seluruh aspek budaya Betawi pun tergusur.
Dulu di kampung Betawi, kami sangat leluasa bermain wak-wak gungdampu,tok kadaluler nagabentengtembak namaanggarpletokangantrong, dan lain-lain karena lahan masih luas. Bahkan ketika malam bulan purnama kami pun menikmatinya sambil bermain sampai larut. Kami pun dipercaya oleh babememelihara kambing. Kami masih sempat ngarit dan ngangon kambing dan sebelum pulang terlebih dahulu mandi di kali jernih. Atau membantu babemenyiram kacang panjang, oyong, bayam, kangung yang ditanam di sawah. Kata orang babe termasuk orang yang tangannya dingin. Maksudnya babemenanam jenis sayuran atau pohon apapun hasilnya akan bagus. Babe pun mengajari membuat tali dari pelepah batang pisang batu. Menjelang bulan puasa kami pasti membantu babe menanam timun suri. Kalau musim nyawahdan padinya mulai menguning, kami diperintah babe jaga burung. Kami duduk di gubuk sambil menarik-narik tali-temali yang dihubungkan ke orang-orangan sawah yang berada di tengah tiap petakan. Ketika musim buah-buahan, kami ikut sibuk membantu ngalap, entah rambutan, duren, pepaya, dan lain-lain. Babe akan menjualnya ke pasar atau ada pembeli yang datang. Sehabis magrib menjadi keasyikan tersendiri mebaca shalawat dan mengaji di langgar. Setelah isya abang-abang dan teman sebaya belajar maen pukulan di halaman rumah guru maen pukulan. Itulah kegiatan dan kegembiraan kami dan kawan-kawan.

Kami ingat ketika sunat. Kami menjadi penganten sunat. Meski dokter sunat sudah banyak, kami disunat oleh bengkong. Kebetulan yang jadi bengkongadalah babe kami sendiri. Pagi buta (pukul 05.00) kami diharuskan mandi dan berendam di kolam selama satu jama. Maksudnya agar penis menjadi kebal dan ketika disunat tidak terlalu sakit. Memang tidak sakit karena sudah kebal dan lebih dari itu babe pandai merayu serta jampe-jampe yang dirapalnya cukup cespleng. Berbarengan dengan pelaksanaan sunat, abang memasang petasan dan encang memotong ayam jago. Ini maksudnya agar teman-teman yang melihat sunatan tidak takut dan sunat dianggap sesuatu yang menggembirakan. Selesai sunat kami mendapat hadiah sepeda dan seekor kambing kebirian. Tamu lain memberi angpao. Lalu disuguhi nasi kuning dan bekakak ayam yang kami makan bersama teman-teman.
Babe kami termasuk peduli dengan kebiasaan Betawi. Ketika kami tamat mengaji, diadakan upacara tamatan Qur’an. Di sini kami kembali menjadi penganten, yaitu penganten tamat Qur’an. Kami juga ingat ketika empokmengadakan upacara nujubulan untuk anak yang pertama. Kami lihat enyakmembuat rujak nujubulan dan menyiapkan aer kembang rampe untuk mandi dan ngirag. Waktu itu kesenian lenong, topeng, dan wayang kulit Betawi sangat digemari. Babe pernah nanggap lenong Bang Kidan saat melaksanakan resepsi perkawinan abang. Penonton dari berbagai kampung tumplek.
Babe memang mempunyai keahlian kumplit. Selain petani yang bertanganadem, ia pun seniman rebana ketimpring. Ia dan teman-temannya sering diminta ngarak penganten. Kami pernah menyaksikan babe ngarak Bang Mahrup ketika berangkat ngerudat menuju rumah empok Rohaya. Pukulannya bagus dan suaranya merdu.
Itu semua kenangan yang amat manis dalam hidup kami sebagai anak Betawi. Warna Betawi kini pudar dari Jakarta. Kami rasakan orang Betawi belum siap mengikuti lesatan perobahan jaman. Mereka belum menyadari makna peribahasa ”bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Pengetahuan dan profesionalitas belum mereka miliki untuk berpadu langkah dengan dinamikan kehidupan global. Maka pada saatnya mereka menjadi terperangah berhadapan dengan nilai-nilai baru. Jelasnya, pranata dan institusi yang mereka miliki tak semuanya dapat memenuhi kebutuhan. Ini membuat mereka teralienasi dari kenyataan.

Di era reformasi ini, tumbuh hampir 100-an organisasi masyarakat Betawi. Separohnya  orgasnisasi arisan dan paguyuban. Separoh lagi organisasi ojek payung. Belum ada organisasi profesional yang memiliki visi-misi untuk kemajuan masyarakat. Itu sebabnya kenapa masyarakat Betawi mudah sekali kalah di berbagai medan.

CATATAN BETAWI BOCOR


SAHARA DAN NITIP FOTO

Dulu orang yang akan melaksanakan ibadah haji – orang Betawi menyebutnyapegi belayar karena berangkat dan pulang dengan kapal layar – dianggap sebagai orang yang sudah dimiliki oleh Allah. Keluarga atau orang-orang di kampung sudah memaafkan, mengikhlaskan, dan meridhakan kepergiannya layaknya kepergian jenazah. Itu sebabnya orang Betawi melepas keberangkatan beribadah haji dengan ekspresi kepasrahan dan suasana yang sakral. Bukan tangisan biasa yang terdengar tapi juga sampai ngegelososeperti anak kecil minta maenan atau bahkan ada yang pingsan. Karena dianggap perjalanan hidup-mati lagi pula memakan waktu yang cukup lama (6 bulan pergi-pulang menggunakan kapal laut), maka dilepas dengan pembacaan shalawat dustur  kemudian diazankan dan diiqomatkan. Karena mengunakan kapal laut maka perlengkapan yang dibawapun tidak tanggung-tanggung. Ada yang bawa cobek lengkap dengan isinya. Ada yang bawa ikan gabus kering atau dendeng. Tidak dilupakan pula duit gobangan untukkerokan. Pokoknya apapun dapat dibawa. Semua itu dimasukkan ke dalam kotak besar yang disebut sahara.
Sebelum berangkat orang yang akan menunaikan ibadah haji melaksanakan acara yang disebut pertemuan haji. Sanak-saudara dan tetangga diundang untuk maulid, tahlilan, mendengarkan ceramah ibadah haji dan makan bersama. Pada acara itu para tamu biasanya memberikan bekal berupa uang, apakah uang itu nantinya dibawa atau ditinggalkan untuk kebutuhan keluarga di rumah. Ada juga kekhasan lain yang barangkali tidak dilakukan di tempat lain yaitu berupa menitipkan pas foto kepada orang yang akan berangkat haji.“Tulung, ye, saye nitip foto. Kalu ude nyampe di Masjidil Haram hoto saye diselipin di dalem Qur’an. Biar orangnye belon nyampe, tapi fotonye pan ude. Ngkali aje taon depan dapet panggilan.”  Begitu permohonan tamu kepada jemaah haji yang akan berangkat. Permohonan itu tentu saja dikabulkan sehingga wajah sang pemohon berseri-seri.
Keberangkat jamaah haji diantar keluarga dan tetangga sekitar. Dulu jamaah haji diantar sampai karantina (PHI, asrama haji) di Cempaka Putih. Pada masa lebih terdahulu lagi, Pulau Onrust juga digunakan sebagai salah satu tempat karantina jemaah haji. Ketika masih berada di karantina pihak keluarga masih datang untuk menjenguk pagi dan sore. Jika saat keberangkatan ke pelabuhan Tanjung Priok telah tiba, pihak keluarga akan ikut mengantarnya pula. Pihak pengantar inilah yang justru sangat sibuk dan membuat suasana jadi kelihatan haru. Terkadang dalam satu kampung yang berangkat haji cuma dua orang, tapi orang sekampung ikut mengantarkannya sampai ke pelabuhan Tanjung Priok.
Pelaksanaan ibadah haji saat ini sudah sangat didukung oleh  peralatan canggih, selain peraturan atau larangan yang macam-macam. Waktunyapun sangat singkat sehingga kesan yang ditimbulkannya pun biasa-biasa saja. Semua peraturan itu bertujuan memberi kemudahan bagi jamaah haji dan selayaknya ditaati.

Ditahlilin
Selama pelaksanaan ibadah haji itu keluarga yang ditinggalkan di rumah hanya berharap-harap cemas, apakah ayah-ibunya atau familinya selamat dalam melaksanakan ibadah haji. Ini karena alat komunikasi ketika itu tidak secanggih saat ini. Sekarang ini setiap rumah memiliki pesawat telepon, bahkan hampir semua orang sudah mempunyai hand phone sehingga dapat berkomunikasi setiap saat. Dan selama itu pula, keluarga di rumah yang ditinggalkan melaksanakan ratiban atau tahlilan tiap malam Jum’at.
Keselamatan jamaah haji (khususnya ayah-ibu) masih terus mebayang bahkan sampai lebaran aji. Saat takbiran menggema di mana-mana keluarga di rumah menahan perasaan sedih. Ingat ayah-ibu yang sedang berjuang di Padang Arafah yang panas. Tanpa sadar air matanya ngetel. Meski begitu anak-anak tetap bergairah memukul bedug dari pagi dan selama malam takbiran. Di hari lebaran mereka tidak sempat memukul bedug karena sibuk nonton pemotongan hewan kurban.
Masakan lebaran aji tidak semeriah dan sekomplit lebaran Idul Fitri. Ketupat dan sayur sambel godog atau opor ayam adalah menu utama. Masakan ini akan dihidangkan setelah shalat Idul Adha. Selesai shalat Idul Adha jamaah masjid bersilaturrahim bersalam-salaman. Dan orang-orang yang pernah melaksanakan ibadah haji terlihat sedih karena mungkin ingatan mereka tertuju ke Padang Arafah atau sedang tawaf mengelilingi Ka’bah pada saat mereka melaksanakan ibadah haji.
Setelah itu dilaksanakan pemotongan hewan kurban. Jamaah laki-laki yang sudah dewasa diminta membantu  atau menjadi panitia kurban. Mereka dianjurkan membawa pisau, kampak, tambang, plastik, daun pisang, dan sebagainya. Sementara itu anak-anak hanya menonton dari kejauhan sambil belajar bagaimana cara menjatuhkan kerbau atau bagaimana memegang kambing yang akan dipotong. Tukang potong hewan kurban biasanya guru atau imam masjid. Perlengkapannya adalah golok yang sangat tajam, air kembang tujuh rupa, dan kain merah putih. Golok tukang potong hewan kurban adalah golok khusus yang memang hanya digunakan untuk memotong hewan. Ketajamannya tidak diragukan lagi dan ini memang disunnahkan karena menurut perintah agama agar hewan yang disembelih tidak merasakan sakit. Kita dapat mebayangkan seberapa tajam golok itu jika digunakan tidak membuat atau menimbulkan rasa sakit bagi hewan kurban disembelih.
Hewan yang sudah dipotong akan dipisahkan antara daging, isi perut, dan bagian lainnya. Selanjutnya daging-daging itu dipotong dan dimasukkan ke dalam plakstik sesuai ukuran. Daging-daging ini akan dibagikan kepada fakir miskin dengan adil dan merata. Tukang potong selain mendapat daging, dapat pula kulit kambing, kepala kerbau atau sekadar uang potong.
Seminggu setelah lebaran aji suasana kampung akan kembali semarak. Kali ini warga kampung terutama keluarga yang familinya menunaikan ibadah haji akan sibuk mempersiapkan kepulangan. Di ruang tengah sudah digelar tikar/karpet dan disiapkan kasur di atasnya. Disiapkan juga masakan khas Betawi terutama sayur asem, pecak ikan gurame dan makanan segar lainnya yang tidak dijumpai di tanah suci.
Sementara rumah ditata, sebagian keluarga pergi menjemput ke pelabuhan Tanjung Priok. Memang kepulangan jamaah haji sangat ditunggu-tunggu. Ketika jamah haji sampai di rumah, akan dipasang petasan. Pembakaran petasan ini sebagai tanda kepada warga kampung bahwa Bapak dan Ibu haji sudah tiba dirumahnya dengan selamat dan sehat wal afiat. Maka tetangga datang berbondong-bondong untuk mengucapkan selamat. Selain itu para tetangga ini mengharapkan oleh-oleh yang dibawa dari tanah suci. Oleh-oleh yang biasanya tidak pernah luput adalah air zamzam, siwak, pacar, sipat mata, korma, tasbih, sajadah, kacang Arab, kismis, rumput fatimah, dan lain-lain.
Suasana kunjungan tetangga atau warga kampung ini baru akan sepi setelah dua minggu. Dan bagi orang Betawi, jamah haji yang baru pulang tidak boleh keluar rumah yang sifatnya santai atau kongko-kongko sebelum empat puluh hari.

CATATAN BETAWI BOCOR


SEJARAH VALENTINE DAY VERSI BETAWI


Feb 16012

From FB: TyAz Maniez

Cerita pagi...
Asal mula VALENTINE…:D
Konon ada seorang gadis yg namanya si Entin Bin Sueb. Dia jadi rebutan antara cowok betawi, sunda dan seorang meneer Belanda.
Pada tgl 13 Feb 1644 hari Sabtu, ketiganya kebetulan bertemu di rumah si Entin. Mereka berebut dan akhirnya berkelahi…
Ditengah-2 perkelahian, si Entin tdk mau ada keributan mencoba melerai, tetapi salah satu senjata mereka tepat mengenai kepala si Entin.
Sontak warga kampung yg liat kejadian itu lalu berteriak “PALE ENTIN BERDARAH… TUH PALE ENTIN…PALE ENTIN…”

Si entin lalu dibawa ke Rumah sakit, tapi esoknya tgl 14 Februari Entin meninggal.
Untuk mengenang kejadian itu si Menner Belanda selalu mengadakan acara untuk mengenang Entin yg dicintainya…..
Di belanda dia cuma inget kata-2 warga Betawi “PALE ENTIN…PALE ENTIN…..” Maka jadilah Hari Pale entin atau dlm bahasa inggrisnya VALENTINE..

>>>so...gag ada cerita Valentine itu hari kasih sayang...kasih sayang itu, buat sayah saban ari kudu ade...dan gag ade batas nye..iye kage....??? *mbari nyirih

CATATAN BETAWI BOCOR


Neger Mania sukses

Salam neger mania.....
Nih ari manteb bangat dah,,,, semangat bangat sayah mancing gabus disawah belakang taman mini... dengan langkah manteb sayah ngilingin sawah barengan bang eris septiadi,,, kebeneran ajah,, baru ngelempar joran, belonan pantat nempel dirumput, empan sayah dimakan ama gabus,, bang eris dengan pasti ngegentak tuh joran,,,, alhamdulillah,,,, gabus penglaris dapet dan ukurannyah lumanyan gede,,, dipucucungin go engap bangat kayanyah... setelah ituh mingkinan semngat sayah ngelemparinnyah,,, ga lama kemudian gabus kedua kami dapet,, kali inih sayah nyang nyentak dengan penuh percaya diri dan iler nyang menjuntai kaga karuan,, sayah pun berhasil ngangkat entu gabus dari empang :bari cengar cengir najong....alhamdulillah dari empang nyang pertama kami dapet 3 ikan gabus,,, romannyah bakalan disayang seminggu inih mah ama emak sayah,,, ahay de'..... sayah ama bang eris pun pindah ke empang dibawah po'on klapa ama po'on waru... bang eris ngelempar pancingan dibawah sedangkan sayah mancing digalengan kga jauh dari po'on waru,,, untungan bawa joran ampe 4biji jadi sayah bisa sarang 2 ama bang eris,,, mulailah sayah ngelempar pancingan digalengan nyang cuman segede sumur,,, ngiatin bari mindik-mindik dideket joran. kga lama plampung sayah nyilem ama merepesan,, dengan penuh kenistaan sayah sentak joran sayah,,, yap.... ikan ke4 sayah dapetin,,, sayah pun lari kegirangan kya bawal dilemparin ayam tiren,, sayah pun menaroh ikan hasil sentakan sayah diplastik kresek dideket bang eris.... setelah itu hanya mocel2 ajah,,, klo di'itung-itung mah bisa 6 kali mocel,,, yah mungkin bukan rejeki kami kali yah,,,, coba klo kaga mocel,, bisa dapet 10biji kami,,,
yah walaupun tibang dapet 4biji,, kami merasa sangat girang... pulang dengan langkah jejeg dah pasti kaya pasukan perang minum jamu,,, tawa kegirangan,,, cengar-cengir,,, sampe2 sayah ngajakin kebo bang jamprang curhat...(nyang terakhir sayah bo'ong,, ilok apah)
alhamdulillah bangat dah....